Rangkuman Sejarah PEMILU Tahun 1955 - 2009
Oleh:
Apriliyani
Dwi Putri (10070212053)
Fakultas
Teknik / Jurusan Teknik Industri
Universitas
Islam Bandung
Periode
2012/2013
Pemilu Tahun 1955 Sampai Dengan 2009
Pemilihan Umum atau yang biasa disebut dengan PEMILU ini dilaksanakan selama 5
tahun, Sepanjang sejarah Republik Indonesia, telah terjadi 10 kali pemilu
anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009.
Pemilu Indonesia 1955
Ini merupakan pemilu Indonesia yang pertama dalam sejarah
bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 thn. Kalau dikatakan
pemilu Indonesia merupakan syarat minimal bagi ada demokrasi, apakah berarti
selama 10 thn itu Indonesia benar-benar tak demokratis? sekitar tiga bulan setelah
kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno & Hatta pada 17 Agustus 1945,
pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginan untuk bisa menyele-nggarakan
pemilu Indonesia pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X,
atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang
berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut
menyebutkan, pemilu Indonesia untuk memilih anggota DPR & MPR akan
diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu Indonesia
pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu
bukan tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat
X, pemilu Indonesia 1955 dilakukan dua kali. yang pertama, pada 29 September
1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk
memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X tersebut
disebutkan bahwa pemilu Indonesia yang akan diadakan Januari 1946 ialah untuk
memilih angota DPR & MPR, tak ada Konstituante.
Keterlambatan & “penyimpangan” tersebut bukan tanpa
sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri & ada pula yang
berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebabnya dari dalam negeri antara
lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum
tersedia perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu
Indonesia maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak
kalah penting, penyebab dari dalam negeri itu ialah sikap pemerintah yang
enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur &
kompetitif. Penyebab dari luar negeri antara lain serbuan kekuatan asing yang
mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
tak terlaksananya pemilu Indonesia pertama pada bulan
Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling
tidak disebabkan oleh 2 (dua) hal :
1.
Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum
stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan
politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar
negeri juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan
oleh urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi
kekuatan bangsa & perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian
tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah
punya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemilu. Misalkan ialah dibentuknya
UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No.
12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa
pemilihan umum yang akan dilakukan ialah bertingkat (tidak langsung). Sifat
pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warga
negara Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihan
langsung dikhawatirkan akan terjadi distorsi.
Kemudian pada paruh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir
dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan
pemilu sebagai program kabinet. Sejak itu pembahasan UU pemilu Indonesia mulai
dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia
Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan
RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari
Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu Indonesia
karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat
melalui pemilihan umum.
Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan
pembahasan undang-undang pemilu Indonesia tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai
dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953.
Maka lahirlah UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung
hukum pemilu Indonesia 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas
dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah
dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak
langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu Indonesia yang
pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan
adil serta sangat demokratis. pemilu Indonesia 1955 bahkan mendapat pujian dari
berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu Indonesia ini diikuti
oleh lebih 30 partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon
perorangan.
Pemilu Indonesia 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya
pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru,
dan diikuti oleh 10 partai politik.
Lima
besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai
Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada
tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya
dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu Indonesia Orde Baru
(1977-1997)
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah
pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan
Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan
Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Berikut
adalah tanggal-tanggal diadakannya pemungutan suara pada Pemilu periode ini:
1. 2 Mei 1977
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II
Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1977-1982.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.
Golongan Karya (Golkar)
3.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
2. 4 Mei 1982
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 1982 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1982-1987.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.
Golongan Karya (Golkar)
3.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
3. 23 April 1987
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 1987 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 23 April 1987
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II
Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1987-1992.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.
Golongan Karya (Golkar)
3.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
4. 9 Juni 1992
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 1992 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II
Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1992-1997.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.
Golongan Karya (Golkar)
3.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
5. 29 Mei 1997
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah 1997 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 29 Mei 1997
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1997-2002. Pemilihan Umum ini merupakan yang terakhir kali
diselenggarakan pada masa Orde Baru.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.
Golongan Karya (Golkar)
3.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. Pemilu ini
diwarnai oleh aksi golput oleh Megawati Soekarnoputri, yang tersingkir sebagai
Ketua Umum PDI yang tidak diakui rezim pemerintah waktu itu.
Pemilu Indonesia 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah
runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya
pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti
oleh 48 partai politik.Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan
Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak
(dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden
bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari
Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati
hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu
1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan
Umum ini diikuti oleh 48 partai politik:
1.
Partai Indonesia Baru
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
3.
Partai Nasional Indonesia – Supeni
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6.
Partai Ummat Islam
7.
Partai Kebangkitan Ummat
8.
Partai Masyumi Baru
9.
Partai Persatuan Pembangunan
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
11.
Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
12.
Partai Abul Yatama
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15.
Partai Amanat Nasional
16.
Partai Rakyat Demokratik
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18.
Partai Katolik Demokrat
19.
Partai Pilihan Rakyat
20.
Partai Rakyat Indonesia
21.
Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi
22.
Partai Bulan Bintang
23.
Partai Solidaritas Pekerja
24.
Partai Keadilan
25.
Partai Nahdlatul Ummat
26.
Partai Nasional Indonesia – Front
Marhaenis
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia
28.
Partai Republik
29.
Partai Islam Demokrat
30.
Partai Nasional Indonesia – Massa
Marhaen
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32.
Partai Demokrasi Indonesia
33.
Partai Golongan Karya
34.
Partai Persatuan
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
37.
Partai Buruh Nasional
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan
Gotong Royong
39.
Partai Daulat Rakyat
40.
Partai Cinta Damai
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
42.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh
Indonesia
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional
Indonesia
46.
Partai Nasional Demokrat
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
48.
Partai Pekerja Indonesia
Pemilu Indonesia 2004
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang
memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara
pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini,
rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden
tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang
dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden),
bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pentahapan
Pemilu 2004
Pemilu
ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
1. Tahap pertama (atau pemilu
legislatif”) adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan
pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan
DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.
2. Tahap kedua (atau pemilu presiden
putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil
presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.
3. Tahap ketiga (atau pemilu presiden
putaran kedua) adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap
kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen
(Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak
akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada
Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara
lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi
presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini dilaksanakan pada 20 September
2004.
Pemilu Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian
tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah
dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai
politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan
menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara
lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya
untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.
Pemilu Indonesia 2009
Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk
Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan
suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan
memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam
pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun
1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka
pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak
banyak memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi
menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai
keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan
partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen
perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara.
Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB)
masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94
persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang
duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan
kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum
perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR.
Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk
pemilu tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu April
jauh lebih buruk dibandingkan dengan pemilu tahun 1999 dan 2004. Sebagai
contoh, jutaan pemberi suara tidak dapat menggunakan hak pilih mereka karena
nama mereka tidak terdaftar. Masalah juga ditemukan dalam proses penghitungan
suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal
ini. DPR juga harus bertanggung jawab dalam memilih anggota KPU yang tidak
memiliki kompetensi. Penting untuk dicatat bahwa pengelolaan pemilu 2009 yang
tidak baik juga disebabkan semakin berkurangnya keterlibatan donor asing dalam
membantu proses pelaksanaan.
BalasHapusIn 2004 for the first time the Indonesian nation presidential elections and vice president directly by the people.
togel sgp